Betapa dahsyat cinta itu. Coba hitung, sudah berapa banyak lagu diciptakan menggusung tema cinta, tak pandang jenis musik dari mulai dangdut, rap, hip-hop, jazz, pop, rock sampai musik tradisional. Berapa pula judul film bermuatan cinta yang sudah dibuat ; Ada Apa Dengan Cinta (AADC), Ayat-Ayat Cinta (AAC) dan sekarang Ketika Cinta Bertasbih (KCB) semuanya booming dipasaran. Kalau sinetron jangan Tanya lagi, ada Cinta Fitri dkk yang selalu ditunggu orang rumah.
Sekarang ambil kalkulator, dan mulai hitung berapa putaran uang yang beredar karena cinta. Kesampingkan dulu buku-buku cinta, novel, puisi atau biro jodoh yang bergerak atas nama cinta; saya yakin kalkulator akan kekurangan digitnya. Lantas jangan tanya mengapa Cinta Juga Kuya jadi laris, maka betapa komersilnya cinta itu.
***
Cinta akan memberi warna pada setiap yang disinggahinya. Politik akan jadi santun ketika cinta menghinggapinya, pejabat akan dicintai rakyatnya kalau dia punya cinta. Jangan harap kita bias jadi presiden kalau dalam diri kita hanya ada kebencian tanpa cinta. Orang akan merasakannya, seberapa besar cinta yang kita miliki. Tanpa cinta, kita hanya akan jadi seperti Fir’aun, Hilter atau seperti Abu Jahal dan Qarun.
Demikianlah cinta. Ibunda jadi begitu agung karena cintanya, sang wanita pujaan hati jadi begitu mewah karena ada cinta dalam diri pria itu, cinta juga membuat orang bias bertahan memendam perasaan bertahun-tahun, menikmati saja cinta itu dalam dadanya.
Tuhan Yang Maha Agung, menciptakan langit dan bumi dan semua yang ada diantaranya juga dengan cinta. Seperti kata Ibnu Qayyim, “Semua gerak di alam raya ini adalah gerak yang lahir dari kehendak dan cinta”.
Demikian agungnya cinta, sehingga untuk menemuinya harus dilalui dengan cara yang tidak selalu gampang, terkadang membutuhkan pengorbanan besar. Puncak-puncak iman juga hanya bisa ditapaki dengan menyertakan cinta. Karena cinta kepada Tuhan adalah puncak dari segala cinta yang beredar, dan pertemuan denganNya dilakukan dengan beragam cara oleh para pencariNya. Seperti Rumi bertemu dengan Tuhannya saat dia memutar menari, Ibrahim bertemu Tuhannya saat menyembelih Ismail, anaknya. Isa yang menemui Tuhan ketika menahan siksaan dan Rasulullah Muhammad SAW bertemu Tuhan ketika Isra’ Mi’raj.
Pertemuan dengan kekasih hati selalu menggetarkan hati, jiwa dan pikiran. Seorang pria hanya bisa meringis dan merasa dadanya hampir meledak, tanpa mampu mengucap sepenggal kata yang sudah dipersiapkannya bertahun-tahun. Seperti gunung yang hancur dan Musa yang pingsan ketika bertemu Tuhan alam semesta.
Kesadaran-kesadaran atas cinta terhadap Tuhan ini membuat dunia dan segala isinya tiba-tiba saja jadi kerdil. Maka betapa mewahnya cinta itu.
***
Tapi apa sebenarnya makna cinta itu? Mengapa dia menjadi gosip orang sepanjang masa, hingga Siti Nurbaya, Romeo-Juliet, Gali-Ratna menjadi kisah yang abadi?
Cinta adalah kata yang mewakili seperangkat kepribadian yang utuh: gagasan, emosi dan tindakan. Gagasan adalah bagaimana agar orang yang kita cintai jadi bahagia; Ia juga emosi yang penuh kehangatan dan gelora karena seluruh isinya adalah keinginan baik; Tapi ia harus menjelma dalam tindakan nyata.
Orang seringkali memaknai cinta hanya pada bagian tengahnya saja: emosi. Sehingga yang muncul adalah dominasi romantika, sehingga kenudian menimbulkan kecengengan; hidup di gubuk derita, haruskah ku mati karenamu dan sebagainya. Tak jarang, penggalan makna cinta ini hanya melahirkan para pembual.
Pengetahuan tanpa cinta itu buta (kata Eistein). Kemudian Gothe berteriak, betapapun itu, cinta adalah suatu yang ideal, harus diikat oleh perkawinan “Love is an ideal thing, marriage a real thing” .
Cinta juga bisa membuat orang menderita menahan rindu. Seperti Frank Rijkaard yang hanya bisa meratapi cintanya yang hilang, dia pun bersyair penuh rasa, “Oh bulan, adakah kau disana; sampaikan salamku untuknya… salam kerinduanku; yang sudah lama ku pendam…” .
Iqbal pun mempuisi cintanya, “Titik yang bercahaya yang namanya ialah diri; Adalah bunga api hidup dibawah debu kita; Dengan cinta, ia jadi abadi; Lebih pintar, lebih membakar, lebih bersinar” . Kata Iqbal, cinta dalam jiwa serupa penglihatan pada mata.
Maka betapa luar biasanya cinta itu, dan betapa aku ingin jadi pecinta. Terus menjumpai kekasih hatiku, mendekapnya dalam dadaku tanpa pernah ku lepas. Meski hanya dengan sunyi, dan diam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar